Rabu, 11 Juli 2012

Brahmacari ~ Yama Bratha


I.          PENDAHULUAN
Masyarakat Hindu di Bali dalam kehidupan sehari-harinya selalu berpedoman pada ajaran Agama Hindu warisan para lelulur Hindu di Bali terutama dalam pelaksanaan tradisi ajaran leluhur. Ajaran Agama Hindu dapat dibagi menjadi tiga bagian yang dikenal dengan "Tiga Kerangka Dasar", di mana bagian yang satu dengan lainnya saling isi mengisi dan merupakan satu kesatuan yang bulat untuk dihayati dan diamalkan guna mencapai tujuan agama yang disebut Jagadhita dan Moksa. Tiga Kerangka Dasar itu adalah sradha, susila, dan acara, sesuai dengan keputusan dari PHDI Pusat tentang pola pembinaan Umat Hindu.
Kehidupan umat Hindu tidak pernah terlepas dari kegiatan untuk menghubungkan diri dengan Ida Sang HyangWidhiWasa/Tuhan Yang Maha Esa, guna mohon petunjuk dan bimbingan serta mohon maaf atas segala dosa yang telah dilakukan. Sebagaimana umat-umat lain, umat Hindu pun selalu mendambakan kesejahteraan hidup, keamanan, kedamaian, dan kesentausaan. Keamanan, kedamaian, kesejahteraan dan kesentausaan hidup ini akan terwujud.
Jika dilihat dari tujuan setiap umat Hindu yaitu untuk mencapai Moksa dan Jagathita maka bisa diasumsikan bahwa manusia tidak akan bisa mencapai Moksa apabila masih diselimuti oleh hokum Karma dan Punarbawa, jalan satu-satunya untuk mencapai Moksa adalah dengan cara berbuat baik untuk itu manusia harus dalam keadaan yang sehat jasmani dan rohani, seseorang tidak akan bisa berbuat apapun apabila tubuhnya dalam keadaan sakit. Maka salah satu jalan menurut konsep  Hindu yang bisa ditempuh adalah dengan melakukan Yoga ( Astangga Yoga ).
Yama dan Nyama adalah pondasi dasar di dalam Yoga. Hal tersebut tertuang dalam Sutra Patanjali karangan Patanjali itu sendiri.  Pelaksanaan Yama dan Nyama membentuk disiplin etika, yang mempersiapkan siswa – siswa yoga untuk menjadi siswa yang tangguh dengan cara melaksanakan beberapa perbuatan yang mulia yang salah satunya adalah pengendalian nafsu ( Brahmacari ) ( Donder, 2006 : 277).  Brahmacari adalah masa hidup setiap umatnya yang digunakan untuk menuntut ilmu. Mengisi diri menuju kedewasaa rohani supaya kedewasaan rohani dan jasmani berkembang sejalan dan seimbang. Namun seiring perkembangan zaman, kedewasaan baik rohani maupun jasmani sudah tidak sejalan dan seimbang. Hal itu dikarenakan beberapa faktor salah satunya adalah perkembangan IPTEK yang sangat mempengaruhi kehidupan seorang khususnya remaja yang dalam hal ini sangat erat kaitannya dengan masa Brahmacari.
Konsep ajaran Astangga Yoga khususnya Brahmacari yang merupakan bagian dari Yama ini sangat menarik untuk dikaji yang diharapkan dapat merubah pola pikir remaja masa kini terhadap perkembangan zaman. Dasar ajaran yang patut dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari – hari khususnya bagi remaja yang rentan terkena dampak modernisasi. Untuk itu kiranya penting untuk diangakat artikel yang berkaitan tentang Brahmacari.
II.       PEMBAHASAN
Yoga secara harfiah berasal dari suku kata “yuj” yang memiliki arti menyatukan atau menghubungkan diri dengan Tuhan. Kemudian patanjali memberikan definisi tentang yoga yaitu mengendalikan gerak – gerak pikiran. Ada dua hal yang penting sebagai seorang praktisi yoga adalah melatih secara terus menerus sekaligus tidak terikat dengan hal – hal duniawi. Dengan kedua cara inilah seseorang bisa mencapai keberhasilan dalam latihan yoga. Sampai sekarang para sarjana India ataupun Barat hanya bisa mengatakan bahwa yoga sudah ada semenjak 5000 tahun SM. Dimana Patanjali telah menyusun Yoga Sutra sekaligus sebagai pendiri filsafat yoga. Beliau diperkirakan pernah hidup disekitar Kashmir walaupun tidak ada bukti yang otentik menyebutkan hal tersebut dalam tulisan – tulisan. Dalam patanjali yoga, latihan yoga disusun secara sistematis dengan tahapan – tahapan yang disebut dengan astangga yoga.
Kemudian cara melakukan yoga yang dibahas oleh Patanjali yaitu ada delapan tahap yang disebut dengan Astangga Yoga yaitu Yama ( pengendalian ), Nyama ( peraturan – peraturan), Asanas ( sikap tubuh ), Pranayama ( latihan pernafasan ), pratyahara ( menarik semua indriya ke dalam ), dharana ( telah memutuskan untuk memusatkan diri dengan Tuhan ), Dyana ( mulai meditasi dan merenungkan diri serta nama Tuhan ), dan Samadhi ( telah mendekatkan diri, menyatu  / kesendirian yang sempurna / merealisasikan diri ).
Yang menjadi sumber penderitaan apabila seseorang menganggap dirinya segalanya dan Avidya (kegelapan) dimana yang tidak kekal dianggap kekal, yang tidak suci dianggap suci, yang duka tidak dianggap suka, dan yang tidak mengenal diri dianggap mengenal diri. Kegelapan dapat dihancurkan dengan mempelajari astangga yoga (8 tahap yoga), yaitu:
1.      Yama (pengendalian diri), yaitu tidak menyakiti, kebenaran, tidak mencuri, mengendalikan pikiran, dan hidup sesuai kebutuhan.
2.      Niyama (peraturan-peraturan), yaitu bersih, sabar, suka bertapa, selalu belajar buku-buku suci, dan selalu ingat dengan tuhan.
  1. Asana yaitu gerakan yang stabil dan menyenangkan.
  2. Pranayama yaitu tarik nafas, hembuskan nafas diantaranya melakukan kumbak (menahan nafas)
  3. Pratyahara yaitu saat indria-indria menarik diri kedalam masing-masing obyek dan menyatu dengan pikiran.
  4. Dharana yaitu: fokus pada salah 1 titik, tempat, benda tertentu bisa didalam/luar badan.
  5. Dhyana yaitu : fokus terus menerus pada obyek tertentu.
  6. Samadhi yaitu: saat seorang yogi hanya ingat tuhan dan melupakan pikiran.
Konsep Yama dan Nyama merupakan konsep etika dan moral yang bersifat universal. Dimana Patanjali menekankan Yama yang bisa berarti menahan, mengontrol, dan menguasai. Adapun 5 ( lima ) dasar etika dalam yoga yaitu : (1) ahimsa, (2) Satya,  (3) Brahmacari, (4) Awyawaharika, dan (5) Astenya / Asteya.
Brahmacari adalah masa belajar, masa menuntut ilmu/pendidikan. Brahmacari dalam arti sempit adalah masa belajar secara formal misalnya belajar sejak TK sampai perguruan tinggi. Brahmacari dalam arti yang lebih luas, adalah upaya meningkatkan pengetahuan dengan berbagai cara (formal dan informal) yang berlangsung sepanjang masa kehidupan karena sebenarnya proses belajar-mengajar berlangsung tiada henti. Brahmacari dalam arti khusus ada dua yaitu :
 1) Brahmacari dalam kaitan masa aguron-guron (belajar agama/spiritual) seorang sisya (siswa) kepada Nabe (guruspiritual) dimana Nabe tidak hanya mengajar tetapi juga mendidik dan melatih, dan 
2) Brahmacari dalam arti menjauhkan diri dari keinginan sex atau tidak kawin/nikah selama hidup. Yang terakhir ini disebut sebagai sukhla Brahmacari.
Pentingnya Brahmacari Ashrama, disebutkan dalam Atharvaveda sebagai berikut :“Brahmacaryena tapasa, raja rastram vi raksati, acaryo brahmacaryena, Brahmacarinam icchate” (XI.5.17). “Sa dadhara prthivim divam ca” (XI.5.1). “Tasmin devah sammanaso bha vanti” (XI.5.1)”.
Artinya : “Seorang pemimpin dengan mengutamakan Brahmacari dapat melindungi rakyatnya, dan seorang guru yang melaksanakan Brahmacari menjadikan siswanya orang yang sempurna; Seseorang yang melaksanka Brahmacari akan menjadi penopang kekuatan dunia; Tuhan (Hyang Widhi) bersemayam pada diri seorang Brahmacari.”
Dari kutipan Veda itu jelaslah kiranya bahwa kewajiban manusia yang utama dan yang pertama dilakukan adalah menuntut ilmu atau belajar dan berpendidikan. Pelajaran dan pendidikan juga akan membangun kemampuan berpikir untuk memilah antara dharma (perbuatan baik) dan adharma (perbuatan tidak baik) sehingga manusia dapat mencapai kesempurnaan hidup.
Kitab suci Sarasamusccaya 2 :“Manusah sarvabhutesu varttate vai subhasubhe, asubhesu samavistam subhesvevavakarayet.”
Artinya : “Diantara semua mahluk hidup, hanya yang dilahirkan sebagai manusia sajalah yang dapat melaksanakan perbuatan baik ataupun buruk, leburlah kedalam perbuatan baik segala yang buruk itu; demikianlah pahalanya menjadi manusia.
Dalam Upanisad disebutkan pula bahwa arti kata Manusah adalah : Manu = kebijaksanaan, sah = mempunyai. Jadi manusia adalah mahluk yang mempunyai kebijaksanan. Kebijaksanaan diperoleh dari tiga kemampuan kodrati manusia yaitu Sabda (kemampuan berbicara), Bayu (kemampuan bergerak) dan Idep (kemampuan berpikir). "Idep" yang dituntun oleh ajaran agama dan ilmu pengetahuan akan menjadikan manusia itu lebih bijaksana sehingga disebut sebagai manusia yang sempurna. Mahluk lain seperti binatang hanya mempunyai dua kemampuan saja yaitu kemampuan bergerak (bayu) dan kemampuan bersuara (sabda). Binatang tidak mempunyai kemampuan berpikir (idep) oleh karena itu binatang beraktivitas berdasarkan naluri, tidak berdasarkan pikiran. Tumbuh-tumbuhan hanya mempunyai kemampuan tumbuh (bayu) saja, tidak mempunyai sabda dan idep.
Selanjutnya Sarasamusccaya menyatakan bahwa kita wajib bersyukur karena atman telah menjelma menjadi manusia, mahluk yang utama, karena itu gunakanlah kesempatan hidup yang sempit ini dengan sebaik-baiknya, kesempatan mana sungguh sangat sulit diperoleh; lakukanlah segala sesuatu yang baik (melalui Brahmacari) yang mencegah kejatuhan harkat kemanusiaan, gunakanlah kesempatan ini untuk mencapai moksa/sorga. "Paramarthanya, pengpengen ta pwa katemwaniking si dadi wwang, durlabha wi ya ta, saksat handaning mara ring swarga ika, sanimittaning tan tiba muwah ta pwa damelakena" .
Brahmacari adalah masa hidup setiap umatnya yang digunakan untuk menuntut ilmu. Mengisi diri menuju kedewasaa rohani supaya kedewasaan rohani dan jasmani berkembang sejalan dan seimbang. Bila hal ini terwujud maka orang tersebut akan menunjukan sikap bertanggung jawab. Artinya, setiap apa yang diperbuatnya harus disertai dengan sikap pertanggungjawaban. Hal ini merupaka nsikap mental yang dewasa.
Di saat seeorang berada pada masa Brahmacari, hatinya mesti lebih terdorong untuk menuntut ilmu sebanyak-banyaknya sesuai dengan slogan “ Masa muda adalah masa belajar dan berjuang”. Bukanya masa muda digunakan untuk bersenang-senang dan hura-hura. Seperti kata pepatah para pemuda merupakan tulang punggung Negara. Mereka hendanknya mampu membuat sejarah dan mampu membuat perubahan zaman. Setiap orang hendaknya berusaha untuk dapat melewati masa Brahmacari dengan mencapai sasaran atau cita-citanya. Dalam naskah Silakrama dijelaskan sebagai berikut:
Brahmacari ngarannya sang sedeng marga bhyasa sang hyang sastra, wangwang sang wruh ring tingkah sang hyang aksara, Sang mangkana karamanya sang Brahmacari ngaranya (Silakrama hal 8)”

Artinya:  Brahmacari hanya bagi orang yang menuntut ilmu pengetahuan dan yang mengetahui perihal ilmu (huruf aksara) yang demikian itu disebut dengan Brahmacari.
Uraian Silakrama diatas dengan jelas menyatakan bahwa masa Brahmacari itu adalah masa menuntut ilmu, yakni masa belajar dan berjuang, mengisi diri menuju peringkat hidup yang lebih baik, dalam usaha menghilangkan kegelapan menuju kecerdasaan. Terutama pada era globalisasi seperti saat ini dimana perkembangan iptek sangat pesat dan didalam mempelajari dan menguasai iptek hendaknya berpedoman pada agama. Hal tersebut senada dengan ucapan seorang sarjana barat yang bernama Albert Einstein, yaitu ilmu tanpa agama itu buta dan agama tanpa ilmu itu lumpuh. Makadari itu pada masa Brahmacari sebaiknya kita menuntut ilmu setinggi-tingginya agar dapat membuat perilaku dan sikap moral serta mengembangkan jiwa budi luhur.
Masa Brahmacari pada umumnya berlaku untuk mereka yang masih menjalani kehidupan di bangku sekolah. Hal itu sangat erat kaitannya dengan remaja. Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik (Hurlock, 1992).
Perilaku remaja saat ini cenderung mendekati perilaku yang negatif tidak memungkiri karena semakin berkembangnya era globalisasi gaya hidup dan perilaku remaja saat ini, di dalam sebuah pergaulan remaja indonesia sudah tercampur dengan gaya pergaulan dari luar, alhasil banyak kebudayaan indonesia tidak menjadi tradisi di kalangan remaja, perilaku dianggap sebagai sesuatu yang tidak di tujukan oleh seseorang sehingga dapat di sebutan dengan sesuatu tindakan sosial yang amat mendasar oleh sebagian manusia tindakan manusia tidak sama dengan perilaku sosial karna perilaku manusia adalah perilaku yang khusus  di tunjukan oleh manusia.
Namun saat ini masyarakat telah menunjukan perilaku sosial yang ada pada individu, seperti ketrgantungan dengan pergaulan yang ada seperti di kalangan remaja saat ini berpacaran dengan mesra di depan umum dan lain-lain, menurut remaja jaman sekarang di anggap menjadi kebiasaan, namun kebiasaan itu telah di campur tangankan dengan pergaulan di negara lain yang  pergaulan di luar menganut pergaulan bebas.
Akan tetapi sebuah pergaulan bisa di hindari jika individu tersebut memiliki kekuatan iman yang ada pada dirinya, agar tidak menyalah gunakan pergaulan yang sekarang sedang merajalela di kalangan remaja, dan dari perilaku manusia pun menjadi sebuah dampak kejahatan yang ada di dunia, tanpa di sadari kita pun sudah membuka peluang kejahatan di dunia karena ke salahan dari individu itu bergaul.
Namun tidak semua remaja yang bisa melakukan pergaulan yang negatif namun ada remaja yang mengetahu pergaulan yang begitu luas namun tidak di lakukan atau di contoh dalam kehidupannya faktor utama kesalahan dari pergaulan remaja itu bagaimana lingkungan yang ada di sekitar individu.
Macam-macam Kenakalan Remaja Dewasa ini searah perkembangan zaman dan tekhnologi banyak sekali terjadi penyalah gunaan untuk hal-hal yang negatif. Khususnya masa remaja, anak selalu mencari kesenangan semata tanpa memperdulikan akibat yang akan timbul dari perbuatannya itu. Sebagian orang berpendapat bahwa masa muda sebagian saat yang paling indah dan nikmat. Pada dasarnya masa remaja merupakan masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa. Dalam masa ini anak mengalami masa pertumbuhan dan masa perkembangan fisiknya maupun perkembangan psikisnya. Mereka bukanlah anak-anak baik bentuk badan ataupun cara berfikir atau bertindak, tetapi bukan pula orang dewasa yang telah matang. Usia remaja sangat rentan dengan keadaan.
Fase remaja merupakan masa perkembangan individu yang sangat penting. Harold Alberty (1957) mengemukakan bahwa masa remaja merupakan suatu periode dalam perkembangan yang dijalani seseorang yang terbentang sejak berakhirnya masa kanak-kanak sampai dengan awal masa dewasa. Conger berpendapat bahwa masa remaja merupakan masa yang amat kritis yang mungkin dapat erupakan the best of time and the worst of time.
Kita menemukan berbagai tafsiran dari para ahli tentang masa remaja :
1.      Freud menafsirkan masa remaja sebagai suatu masa mencari hidup seksual yang mempunyai bentuk yang definitif.Charlotte Buhler menafsirkan masa remaja sebagai masa kebutuhan isi-mengisi.Spranger memberikan tafsiran masa remaja sebagai masa pertumbuhan dengan perubahan struktur kejiwaan yang fundamental.
2.      Hofmann menafsirkan masa remaja sebagai suatu masa pembentukan sikap-sikap terhadap segala sesuatu yang dialami individu.
3.      G. Stanley Hall menafsirkan masa remaja sebagai masa storm and drang (badai dan topan).
Para ahli umumnya sepakat bahwa rentangan masa remaja berlangsung dari usia 11-13 tahun sampai dengan 18-20 th (Abin Syamsuddin, 2003). Pada rentangan periode ini terdapat beberapa indikator perbedaan yang signifikan, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Oleh karena itu, para ahli mengklasikasikan masa remaja ini ke dalam dua bagian yaitu: (1) remaja awal (11-13 th s.d. 14-15 th); dan (2) remaja akhir (14-16 th s.d.18-20 th).
Masa remaja ditandai dengan adanya berbagai perubahan, baik secara fisik maupun psikis, yang mungkin saja dapat menimbulkan problema atau masalah tertentu bagi si remaja. pabila tidak disertai dengan upaya pemahaman diri dan pengarahan diri secara tepat, bahkan dapat menjurus pada berbagai tindakan kenakalan remaja dan kriminal. Permasalahan yang mungkin timbul pada masa remaja diantaranya.
Masa remaja disebut pula sebagai masa social hunger (kehausan sosial), yang ditandai dengan adanya keinginan untuk bergaul dan diterima di lingkungan kelompok sebayanya (peer group). Penolakan dari peer group dapat menimbulkan frustrasi dan menjadikan dia sebagai isolated dan merasa rendah diri. Namun sebaliknya apabila remaja dapat diterima oleh rekan sebayanya dan bahkan menjadi idola tentunya ia akan merasa bangga dan memiliki kehormatan dalam dirinya. Problema perilaku sosial remaja tidak hanya terjadi dengan kelompok sebayanya, namun juga dapat terjadi dengan orang tua dan dewasa lainnya, termasuk dengan guru di sekolah. Hal ini disebabkan pada masa remaja, khususnya remaja awal akan ditandai adanya keinginan yang ambivalen, di satu sisi adanya keinginan untuk melepaskan ketergantungan dan dapat menentukan pilihannya sendiri, namun di sisi lain dia masih membutuhkan orang tua, terutama secara ekonomis. Sejalan dengan pertumbuhan organ reproduksi, hubungan sosial yang dikembangkan pada masa remaja ditandai pula dengan adanya keinginan untuk menjalin hubungan khusus dengan lain jenis dan jika tidak terbimbing dapat menjurus tindakan penyimpangan perilaku sosial dan perilaku seksual.Pada masa remaja juga ditandai dengan adanya keinginan untuk mencoba-coba dan menguji kemapanan norma yang ada, jika tidak terbimbing, mungkin saja akan berkembang menjadi konflik nilai dalam dirinya maupun dengan lingkungannya.
Masa remaja disebut juga masa untuk menemukan identitas diri (self identity). Usaha pencarian identitas pun, banyak dilakukan dengan menunjukkan perilaku coba-coba, perilaku imitasi atau identifikasi. Ketika remaja gagal menemukan identitas dirinya, dia akan mengalami krisis identitas atau identity confusion, sehingga mungkin saja akan terbentuk sistem kepribadian yang bukan menggambarkan keadaan diri yang sebenarnya. Reaksi-reaksi dan ekspresi emosional yang masih labil dan belum terkendali pada masa remaja dapat berdampak pada kehidupan pribadi maupun sosialnya. Dia menjadi sering merasa tertekan dan bermuram durja atau justru dia menjadi orang yang berperilaku agresif. Pertengkaran dan perkelahian seringkali terjadi akibat dari ketidakstabilan emosinya.
Selain yang telah dipaparkan di atas, tentunya masih banyak problema keremajaan lainnya. Timbulnya problema remaja dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik internal maupun eksternal. Agar remaja dapat terhindar dari berbagai kesulitan dan problema kiranya diperlukan kearifan dari semua pihak.
Mengingat adanya pendidikan seumur hidup dan kaitanya dengan prilaku seksual, maka ajaran Brahmacari juga mengalami perkembangan. Dengan demikian, maka dikenal dengan istilah:
a.      Sukla Brahmacari
Sukla Brahmacari dalam Silakrama dijelaskan sebagai berikut:
“Sukla Brahmacari ngarannya tanpa rabi sangkan rere, tan maju tan kuring Sira, adyapi teku ring wreddha tewi tan pangicep arabi sangkan pisan” (Silakrama hal. 32).
Artinya: Sukla Brahmacari namanya orang yang tidak kawin sejak lahir sampai ia meninggal. Hal ini bukan karena impoten atau lemah sahwat. Dia sama sekali tidak pernah kawin sampai umur lanjut.
Dalam wira cerita Ramayana, Teruna Laksamana ditampilkan sebagai sosok yang menjalankan Sukla Brahmacari. Betapa pun wanita menggoda, termasuk Raksasa Surphanaka, ia tetap teguh iman melaksanakan Sukla Brahmacari, yakni tidak pernah kawin sampai akhir hayat dikandung badan.
b.      Sewala Brahmacari
Tentang Sewala Brahmacari juga dijelaskan didalm Silakrama sebagai berikut:
“ Sewala Brahmacari ngranya, marabi pisan, tan parabi, muwah yan kahalangan mati srtinya, tanpa rabi, mwah sira, adnyapi teka ri patinya, tan pangucap arabya. Mangkana Sang Brahmacari yan sira Sewala Brahmacari”
Artinya: Sewala Brahmacari namanya bagi orang yang didalm masi hidupnya hanya kawin satu kali, tidak kawin lagi. Bila mendapat halangan salah satu meninggal dunia, maka ia tidak kawin lagi lagi hingga datang ajalnya. Demikianlah namanya Sewala Brahmacari.
Jadi, sudah jelas diberikan batasan bahwa orang yang melaksanakan Sewala Brahmacari itu hanyalah melakukan perkawinan sekali seumur hidupnya. Rintangan apa pun yang menjadi kendala ia tetap berpegang pada prinsip ajaran Sewala Brahmacari.
c.       Kresna Brahmacari
Dalam ajaran Tresna atau Kresna Brahmacari sudah diberikan suatu kelonggaran yang lebih terkait dengan masa Grehasta. Tetapi tetap berwawasan dengan hukum alami. Oleh, karena itu, kelonggaran tersebut tidak bersifat liberal. Dalam pengertian Tersna atau Kresna Brahmacari, seseorang diizinkan kawin lebih dari satu kali dalam batas maksimal 4 kali. Itu pun dengan kententuan bahwa seseorang Brahmacari boleh mengambil istri kedua jika istri pertama tidak dapat melahirkan keturunan, tidak dapat berperan sebagai seorang istri (mungkin sakit-sakitan)dan bila istri pertama mengizinkan untuk kawin kedua kalinya.

III.    SIMPULAN
Yang menjadi sumber penderitaan apabila seseorang menganggap dirinya segalanya dan Avidya (kegelapan) dimana yang tidak kekal dianggap kekal, yang tidak suci dianggap suci, yang duka tidak dianggap suka, dan yang tidak mengenal diri dianggap mengenal diri. Kegelapan dapat dihancurkan dengan mempelajari astangga yoga (8 tahap yoga).
Konsep Yama dan Nyama merupakan konsep etika dan moral yang bersifat universal. Dimana Patanjali menekankan Yama yang bisa berarti menahan, mengontrol, dan menguasai. Brahmacari adalah masa hidup setiap umatnya yang digunakan untuk menuntut ilmu. Mengisi diri menuju kedewasaa rohani supaya kedewasaan rohani dan jasmani berkembang sejalan dan seimbang. Bila hal ini terwujud maka orang tersebut akan menunjukan sikap bertanggung jawab.
Di saat seeorang berada pada masa Brahmacari, hatinya mesti lebih terdorong untuk menuntut ilmu sebanyak-banyaknya sesuai dengan slogan “ Masa muda adalah masa belajar dan berjuang”. Bukanya masa muda digunakan untuk bersenang-senang dan hura-hura. Seperti kata pepatah para pemuda merupakan tulang punggung Negara. Mereka hendanknya mampu membuat sejarah dan mampu membuat perubahan zaman. Setiap orang hendaknya berusaha untuk dapat melewati masa Brahmacari dengan mencapai sasaran atau cita-citanya.