I.
PENDAHULUAN
Masyarakat Hindu
di Bali dalam kehidupan sehari-harinya selalu berpedoman pada ajaran Agama
Hindu warisan para lelulur Hindu di Bali terutama dalam pelaksanaan tradisi
ajaran leluhur. Ajaran Agama Hindu dapat dibagi menjadi tiga bagian yang
dikenal dengan "Tiga Kerangka Dasar", di mana bagian yang satu dengan
lainnya saling isi mengisi dan merupakan satu kesatuan yang bulat untuk
dihayati dan diamalkan guna mencapai tujuan agama yang disebut Jagadhita dan Moksa. Tiga Kerangka Dasar itu adalah sradha, susila, dan acara,
sesuai dengan keputusan dari PHDI Pusat tentang pola pembinaan Umat Hindu.
Kehidupan umat
Hindu tidak pernah terlepas dari kegiatan untuk menghubungkan diri dengan Ida Sang HyangWidhiWasa/Tuhan Yang Maha
Esa, guna mohon petunjuk dan bimbingan serta mohon maaf atas segala dosa yang telah
dilakukan. Sebagaimana umat-umat lain, umat Hindu pun selalu mendambakan
kesejahteraan hidup, keamanan, kedamaian, dan kesentausaan. Keamanan,
kedamaian, kesejahteraan dan kesentausaan hidup ini akan terwujud.
Jika dilihat
dari tujuan setiap umat Hindu yaitu untuk mencapai Moksa dan Jagathita maka
bisa diasumsikan bahwa manusia tidak akan bisa mencapai Moksa apabila masih diselimuti oleh hokum Karma dan Punarbawa,
jalan satu-satunya untuk mencapai Moksa adalah
dengan cara berbuat baik untuk itu manusia harus dalam keadaan yang sehat
jasmani dan rohani, seseorang tidak akan bisa berbuat apapun apabila tubuhnya
dalam keadaan sakit. Maka salah satu jalan menurut konsep Hindu yang bisa ditempuh adalah dengan
melakukan Yoga ( Astangga Yoga ).
Yama dan Nyama
adalah pondasi dasar di dalam Yoga. Hal tersebut tertuang dalam Sutra Patanjali
karangan Patanjali itu sendiri. Pelaksanaan
Yama dan Nyama membentuk disiplin etika, yang mempersiapkan siswa – siswa yoga
untuk menjadi siswa yang tangguh dengan cara melaksanakan beberapa perbuatan yang
mulia yang salah satunya adalah pengendalian nafsu ( Brahmacari ) ( Donder, 2006 : 277).
Brahmacari adalah masa hidup setiap umatnya yang digunakan untuk
menuntut ilmu. Mengisi diri menuju kedewasaa rohani supaya kedewasaan rohani
dan jasmani berkembang sejalan dan seimbang. Namun seiring perkembangan zaman,
kedewasaan baik rohani maupun jasmani sudah tidak sejalan dan seimbang. Hal itu
dikarenakan beberapa faktor salah satunya adalah perkembangan IPTEK yang sangat
mempengaruhi kehidupan seorang khususnya remaja yang dalam hal ini sangat erat
kaitannya dengan masa Brahmacari.
Konsep ajaran Astangga Yoga khususnya Brahmacari yang merupakan bagian dari Yama ini sangat menarik untuk
dikaji yang diharapkan dapat merubah pola pikir remaja masa kini terhadap
perkembangan zaman. Dasar ajaran yang patut dijadikan pedoman dalam kehidupan
sehari – hari khususnya bagi remaja yang rentan terkena dampak modernisasi.
Untuk itu kiranya penting untuk diangakat artikel yang berkaitan tentang Brahmacari.
II. PEMBAHASAN
Yoga secara
harfiah berasal dari suku kata “yuj” yang memiliki arti menyatukan atau
menghubungkan diri dengan Tuhan. Kemudian patanjali memberikan definisi tentang
yoga yaitu mengendalikan gerak – gerak pikiran. Ada dua hal yang penting
sebagai seorang praktisi yoga adalah melatih secara terus menerus sekaligus
tidak terikat dengan hal – hal duniawi. Dengan kedua cara inilah seseorang bisa
mencapai keberhasilan dalam latihan yoga. Sampai sekarang para sarjana India
ataupun Barat hanya bisa mengatakan bahwa yoga sudah ada semenjak 5000 tahun
SM. Dimana Patanjali telah menyusun Yoga Sutra sekaligus sebagai pendiri
filsafat yoga. Beliau diperkirakan pernah hidup disekitar Kashmir walaupun
tidak ada bukti yang otentik menyebutkan hal tersebut dalam tulisan – tulisan.
Dalam patanjali yoga, latihan yoga disusun secara sistematis dengan tahapan –
tahapan yang disebut dengan astangga yoga.
Kemudian cara
melakukan yoga yang dibahas oleh Patanjali yaitu ada delapan tahap yang disebut
dengan Astangga Yoga yaitu Yama ( pengendalian ), Nyama ( peraturan –
peraturan), Asanas ( sikap tubuh ), Pranayama ( latihan pernafasan ),
pratyahara ( menarik semua indriya ke dalam ), dharana ( telah memutuskan untuk
memusatkan diri dengan Tuhan ), Dyana ( mulai meditasi dan merenungkan diri
serta nama Tuhan ), dan Samadhi ( telah mendekatkan diri, menyatu / kesendirian yang sempurna / merealisasikan
diri ).
Yang menjadi
sumber penderitaan apabila seseorang menganggap dirinya segalanya dan Avidya
(kegelapan) dimana yang tidak kekal dianggap kekal, yang tidak suci dianggap
suci, yang duka tidak dianggap suka, dan yang tidak mengenal diri dianggap
mengenal diri. Kegelapan dapat dihancurkan dengan mempelajari astangga yoga (8
tahap yoga), yaitu:
1. Yama
(pengendalian diri), yaitu tidak menyakiti, kebenaran, tidak mencuri,
mengendalikan pikiran, dan hidup sesuai kebutuhan.
2. Niyama
(peraturan-peraturan), yaitu bersih, sabar, suka bertapa, selalu belajar
buku-buku suci, dan selalu ingat dengan tuhan.
- Asana yaitu gerakan yang stabil dan menyenangkan.
- Pranayama yaitu tarik nafas, hembuskan nafas diantaranya melakukan kumbak (menahan nafas)
- Pratyahara yaitu saat indria-indria menarik diri kedalam masing-masing obyek dan menyatu dengan pikiran.
- Dharana yaitu: fokus pada salah 1 titik, tempat, benda tertentu bisa didalam/luar badan.
- Dhyana yaitu : fokus terus menerus pada obyek tertentu.
- Samadhi yaitu: saat seorang yogi hanya ingat tuhan dan melupakan pikiran.
Konsep Yama dan
Nyama merupakan konsep etika dan moral yang bersifat universal. Dimana
Patanjali menekankan Yama yang bisa berarti menahan, mengontrol, dan menguasai.
Adapun 5 ( lima ) dasar etika dalam yoga yaitu : (1) ahimsa, (2) Satya, (3) Brahmacari,
(4) Awyawaharika, dan (5) Astenya / Asteya.
Brahmacari
adalah masa belajar, masa menuntut ilmu/pendidikan. Brahmacari dalam arti sempit adalah masa belajar secara formal
misalnya belajar sejak TK sampai perguruan tinggi. Brahmacari dalam arti yang lebih luas, adalah upaya meningkatkan
pengetahuan dengan berbagai cara (formal dan informal) yang berlangsung
sepanjang masa kehidupan karena sebenarnya proses belajar-mengajar berlangsung
tiada henti. Brahmacari dalam arti
khusus ada dua yaitu :
1) Brahmacari dalam kaitan masa
aguron-guron (belajar agama/spiritual) seorang sisya (siswa) kepada Nabe
(guruspiritual) dimana Nabe tidak hanya mengajar tetapi juga mendidik dan
melatih, dan
2) Brahmacari dalam arti menjauhkan diri
dari keinginan sex atau tidak kawin/nikah selama hidup. Yang terakhir ini
disebut sebagai sukhla Brahmacari.
Pentingnya Brahmacari Ashrama, disebutkan dalam
Atharvaveda sebagai berikut :“Brahmacaryena
tapasa, raja rastram vi raksati, acaryo brahmacaryena, Brahmacarinam icchate”
(XI.5.17). “Sa dadhara prthivim divam ca”
(XI.5.1). “Tasmin devah sammanaso bha
vanti” (XI.5.1)”.
Artinya : “Seorang pemimpin dengan mengutamakan Brahmacari
dapat melindungi rakyatnya, dan seorang guru yang melaksanakan Brahmacari
menjadikan siswanya orang yang sempurna; Seseorang yang melaksanka Brahmacari
akan menjadi penopang kekuatan dunia; Tuhan (Hyang Widhi) bersemayam pada diri
seorang Brahmacari.”
Dari kutipan
Veda itu jelaslah kiranya bahwa kewajiban manusia yang utama dan yang pertama
dilakukan adalah menuntut ilmu atau belajar dan berpendidikan. Pelajaran dan
pendidikan juga akan membangun kemampuan berpikir untuk memilah antara dharma
(perbuatan baik) dan adharma (perbuatan tidak baik) sehingga manusia dapat
mencapai kesempurnaan hidup.
Kitab suci
Sarasamusccaya 2 :“Manusah sarvabhutesu
varttate vai subhasubhe, asubhesu samavistam subhesvevavakarayet.”
Artinya : “Diantara semua mahluk hidup, hanya yang dilahirkan
sebagai manusia sajalah yang dapat melaksanakan perbuatan baik ataupun buruk,
leburlah kedalam perbuatan baik segala yang buruk itu; demikianlah pahalanya
menjadi manusia. “
Dalam Upanisad
disebutkan pula bahwa arti kata Manusah adalah : Manu = kebijaksanaan, sah
= mempunyai. Jadi manusia adalah mahluk yang mempunyai kebijaksanan.
Kebijaksanaan diperoleh dari tiga kemampuan kodrati manusia yaitu Sabda (kemampuan berbicara), Bayu (kemampuan bergerak) dan Idep (kemampuan berpikir). "Idep" yang dituntun oleh
ajaran agama dan ilmu pengetahuan akan menjadikan manusia itu lebih bijaksana
sehingga disebut sebagai manusia yang sempurna. Mahluk lain seperti binatang
hanya mempunyai dua kemampuan saja yaitu kemampuan bergerak (bayu) dan kemampuan bersuara (sabda). Binatang tidak mempunyai
kemampuan berpikir (idep) oleh karena
itu binatang beraktivitas berdasarkan naluri, tidak berdasarkan pikiran.
Tumbuh-tumbuhan hanya mempunyai kemampuan tumbuh (bayu) saja, tidak mempunyai sabda
dan idep.
Selanjutnya Sarasamusccaya menyatakan bahwa kita
wajib bersyukur karena atman telah menjelma menjadi manusia, mahluk yang utama,
karena itu gunakanlah kesempatan hidup yang sempit ini dengan sebaik-baiknya,
kesempatan mana sungguh sangat sulit diperoleh; lakukanlah segala sesuatu yang
baik (melalui Brahmacari) yang
mencegah kejatuhan harkat kemanusiaan, gunakanlah kesempatan ini untuk mencapai
moksa/sorga. "Paramarthanya,
pengpengen ta pwa katemwaniking si dadi wwang, durlabha wi ya ta, saksat
handaning mara ring swarga ika, sanimittaning tan tiba muwah ta pwa
damelakena" .
Brahmacari adalah masa hidup setiap umatnya
yang digunakan untuk menuntut ilmu. Mengisi diri menuju kedewasaa rohani supaya
kedewasaan rohani dan jasmani berkembang sejalan dan seimbang. Bila hal ini
terwujud maka orang tersebut akan menunjukan sikap bertanggung jawab. Artinya,
setiap apa yang diperbuatnya harus disertai dengan sikap pertanggungjawaban.
Hal ini merupaka nsikap mental yang dewasa.
Di saat seeorang berada pada masa Brahmacari, hatinya mesti lebih terdorong untuk menuntut ilmu
sebanyak-banyaknya sesuai dengan slogan “ Masa muda adalah masa belajar dan
berjuang”. Bukanya masa muda digunakan untuk bersenang-senang dan hura-hura.
Seperti kata pepatah para pemuda merupakan tulang punggung Negara. Mereka
hendanknya mampu membuat sejarah dan mampu membuat perubahan zaman. Setiap
orang hendaknya berusaha untuk dapat melewati masa Brahmacari dengan mencapai sasaran atau cita-citanya. Dalam naskah Silakrama dijelaskan sebagai berikut:
“Brahmacari ngarannya sang sedeng marga bhyasa sang hyang
sastra, wangwang sang wruh ring tingkah sang hyang aksara, Sang mangkana
karamanya sang Brahmacari ngaranya (Silakrama hal 8)”
Artinya: Brahmacari hanya bagi orang yang menuntut ilmu
pengetahuan dan yang mengetahui perihal ilmu (huruf aksara) yang demikian itu
disebut dengan Brahmacari.
Uraian Silakrama
diatas dengan jelas menyatakan bahwa masa Brahmacari
itu adalah masa menuntut ilmu, yakni masa belajar dan berjuang, mengisi diri
menuju peringkat hidup yang lebih baik, dalam usaha menghilangkan kegelapan
menuju kecerdasaan. Terutama pada era globalisasi seperti saat ini dimana
perkembangan iptek sangat pesat dan didalam mempelajari dan menguasai iptek
hendaknya berpedoman pada agama. Hal tersebut senada dengan ucapan seorang
sarjana barat yang bernama Albert Einstein, yaitu ilmu tanpa agama itu buta dan
agama tanpa ilmu itu lumpuh. Makadari itu pada masa Brahmacari sebaiknya kita menuntut ilmu setinggi-tingginya agar
dapat membuat perilaku dan sikap moral serta mengembangkan jiwa budi luhur.
Masa Brahmacari pada umumnya berlaku untuk
mereka yang masih menjalani kehidupan di bangku sekolah. Hal itu sangat erat
kaitannya dengan remaja. Remaja berasal dari kata latin adolensence yang
berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti
yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan
fisik (Hurlock, 1992).
Perilaku remaja
saat ini cenderung mendekati perilaku yang negatif tidak memungkiri karena
semakin berkembangnya era globalisasi gaya hidup dan perilaku remaja saat ini,
di dalam sebuah pergaulan remaja indonesia sudah tercampur dengan gaya
pergaulan dari luar, alhasil banyak kebudayaan indonesia tidak menjadi tradisi
di kalangan remaja, perilaku dianggap sebagai sesuatu yang tidak di tujukan
oleh seseorang sehingga dapat di sebutan dengan sesuatu tindakan sosial yang
amat mendasar oleh sebagian manusia tindakan manusia tidak sama dengan perilaku
sosial karna perilaku manusia adalah perilaku yang khusus di tunjukan
oleh manusia.
Namun saat ini
masyarakat telah menunjukan perilaku sosial yang ada pada individu, seperti
ketrgantungan dengan pergaulan yang ada seperti di kalangan remaja saat ini
berpacaran dengan mesra di depan umum dan lain-lain, menurut remaja jaman
sekarang di anggap menjadi kebiasaan, namun kebiasaan itu telah di campur
tangankan dengan pergaulan di negara lain yang pergaulan di luar menganut
pergaulan bebas.
Akan tetapi
sebuah pergaulan bisa di hindari jika individu tersebut memiliki kekuatan iman
yang ada pada dirinya, agar tidak menyalah gunakan pergaulan yang sekarang
sedang merajalela di kalangan remaja, dan dari perilaku manusia pun menjadi
sebuah dampak kejahatan yang ada di dunia, tanpa di sadari kita pun sudah
membuka peluang kejahatan di dunia karena ke salahan dari individu itu bergaul.
Namun tidak
semua remaja yang bisa melakukan pergaulan yang negatif namun ada remaja yang
mengetahu pergaulan yang begitu luas namun tidak di lakukan atau di contoh
dalam kehidupannya faktor utama kesalahan dari pergaulan remaja itu bagaimana
lingkungan yang ada di sekitar individu.
Macam-macam
Kenakalan Remaja Dewasa ini searah perkembangan zaman dan tekhnologi banyak
sekali terjadi penyalah gunaan untuk hal-hal yang negatif. Khususnya masa
remaja, anak selalu mencari kesenangan semata tanpa memperdulikan akibat yang
akan timbul dari perbuatannya itu. Sebagian orang berpendapat bahwa masa muda
sebagian saat yang paling indah dan nikmat. Pada dasarnya masa remaja
merupakan masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa. Dalam masa ini
anak mengalami masa pertumbuhan dan masa perkembangan fisiknya maupun
perkembangan psikisnya. Mereka bukanlah anak-anak baik bentuk badan ataupun
cara berfikir atau bertindak, tetapi bukan pula orang dewasa yang telah matang.
Usia remaja sangat rentan dengan keadaan.
Fase remaja merupakan masa perkembangan individu yang sangat
penting. Harold Alberty (1957) mengemukakan bahwa masa remaja merupakan suatu
periode dalam perkembangan yang dijalani seseorang yang terbentang sejak
berakhirnya masa kanak-kanak sampai dengan awal masa dewasa. Conger berpendapat
bahwa masa remaja merupakan masa yang amat kritis yang mungkin dapat erupakan the
best of time and the worst of time.
Kita menemukan berbagai tafsiran dari para ahli tentang masa
remaja :
1. Freud menafsirkan masa remaja
sebagai suatu masa mencari hidup seksual yang mempunyai bentuk yang
definitif.Charlotte Buhler menafsirkan masa remaja sebagai masa kebutuhan isi-mengisi.Spranger
memberikan tafsiran masa remaja sebagai masa pertumbuhan dengan perubahan
struktur kejiwaan yang fundamental.
2. Hofmann menafsirkan masa remaja
sebagai suatu masa pembentukan sikap-sikap terhadap segala sesuatu yang dialami
individu.
3. G. Stanley Hall menafsirkan masa
remaja sebagai masa storm and drang (badai dan topan).
Para ahli umumnya sepakat bahwa
rentangan masa remaja berlangsung dari usia 11-13 tahun sampai dengan 18-20 th
(Abin Syamsuddin, 2003). Pada rentangan periode ini terdapat beberapa indikator
perbedaan yang signifikan, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Oleh
karena itu, para ahli mengklasikasikan masa remaja ini ke dalam dua bagian
yaitu: (1) remaja awal (11-13 th s.d. 14-15 th); dan (2) remaja akhir (14-16 th
s.d.18-20 th).
Masa remaja ditandai dengan adanya
berbagai perubahan, baik secara fisik maupun psikis, yang mungkin saja dapat
menimbulkan problema atau masalah tertentu bagi si remaja. pabila tidak
disertai dengan upaya pemahaman diri dan pengarahan diri secara tepat, bahkan
dapat menjurus pada berbagai tindakan kenakalan remaja dan kriminal.
Permasalahan yang mungkin timbul pada masa remaja diantaranya.
Masa remaja disebut pula sebagai
masa social hunger (kehausan sosial), yang ditandai dengan adanya
keinginan untuk bergaul dan diterima di lingkungan kelompok sebayanya (peer
group). Penolakan dari peer group dapat menimbulkan frustrasi dan
menjadikan dia sebagai isolated dan merasa rendah diri. Namun sebaliknya
apabila remaja dapat diterima oleh rekan sebayanya dan bahkan menjadi idola
tentunya ia akan merasa bangga dan memiliki kehormatan dalam dirinya. Problema
perilaku sosial remaja tidak hanya terjadi dengan kelompok sebayanya, namun
juga dapat terjadi dengan orang tua dan dewasa lainnya, termasuk dengan guru di
sekolah. Hal ini disebabkan pada masa remaja, khususnya remaja awal akan
ditandai adanya keinginan yang ambivalen, di satu sisi adanya keinginan untuk
melepaskan ketergantungan dan dapat menentukan pilihannya sendiri, namun di
sisi lain dia masih membutuhkan orang tua, terutama secara ekonomis. Sejalan
dengan pertumbuhan organ reproduksi, hubungan sosial yang dikembangkan pada
masa remaja ditandai pula dengan adanya keinginan untuk menjalin hubungan
khusus dengan lain jenis dan jika tidak terbimbing dapat menjurus
tindakan penyimpangan perilaku sosial dan perilaku seksual.Pada masa remaja
juga ditandai dengan adanya keinginan untuk mencoba-coba dan menguji kemapanan
norma yang ada, jika tidak terbimbing, mungkin saja akan berkembang menjadi
konflik nilai dalam dirinya maupun dengan lingkungannya.
Masa remaja disebut juga masa untuk
menemukan identitas diri (self identity). Usaha pencarian identitas pun,
banyak dilakukan dengan menunjukkan perilaku coba-coba, perilaku imitasi atau
identifikasi. Ketika remaja gagal menemukan identitas dirinya, dia akan
mengalami krisis identitas atau identity confusion, sehingga mungkin
saja akan terbentuk sistem kepribadian yang bukan menggambarkan keadaan diri
yang sebenarnya. Reaksi-reaksi dan ekspresi emosional yang masih labil
dan belum terkendali pada masa remaja dapat berdampak pada kehidupan pribadi
maupun sosialnya. Dia menjadi sering merasa tertekan dan bermuram durja atau
justru dia menjadi orang yang berperilaku agresif. Pertengkaran dan perkelahian
seringkali terjadi akibat dari ketidakstabilan emosinya.
Selain yang telah dipaparkan di
atas, tentunya masih banyak problema keremajaan lainnya. Timbulnya problema
remaja dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik internal maupun eksternal. Agar
remaja dapat terhindar dari berbagai kesulitan dan problema kiranya diperlukan
kearifan dari semua pihak.
Mengingat adanya pendidikan seumur hidup dan kaitanya dengan
prilaku seksual, maka ajaran Brahmacari
juga mengalami perkembangan. Dengan demikian, maka dikenal dengan istilah:
a. Sukla Brahmacari
Sukla Brahmacari
dalam Silakrama dijelaskan sebagai
berikut:
“Sukla
Brahmacari ngarannya tanpa rabi sangkan rere, tan maju tan kuring Sira, adyapi
teku ring wreddha tewi tan pangicep arabi sangkan pisan” (Silakrama hal. 32).
Artinya: Sukla Brahmacari namanya orang yang tidak kawin sejak lahir sampai ia
meninggal. Hal ini bukan karena impoten atau lemah sahwat. Dia sama sekali
tidak pernah kawin sampai umur lanjut.
Dalam wira cerita Ramayana, Teruna Laksamana ditampilkan
sebagai sosok yang menjalankan Sukla Brahmacari.
Betapa pun wanita menggoda, termasuk Raksasa Surphanaka, ia tetap teguh iman
melaksanakan Sukla Brahmacari, yakni
tidak pernah kawin sampai akhir hayat dikandung badan.
b. Sewala
Brahmacari
Tentang Sewala
Brahmacari juga dijelaskan didalm Silakrama
sebagai berikut:
“
Sewala Brahmacari ngranya, marabi pisan, tan parabi, muwah yan kahalangan mati
srtinya, tanpa rabi, mwah sira, adnyapi teka ri patinya, tan pangucap arabya.
Mangkana Sang Brahmacari yan sira Sewala Brahmacari”
Artinya: Sewala Brahmacari namanya bagi orang yang didalm masi hidupnya
hanya kawin satu kali, tidak kawin lagi. Bila mendapat halangan salah satu
meninggal dunia, maka ia tidak kawin lagi lagi hingga datang ajalnya.
Demikianlah namanya Sewala Brahmacari.
Jadi, sudah jelas diberikan batasan
bahwa orang yang melaksanakan Sewala
Brahmacari itu hanyalah melakukan perkawinan sekali seumur hidupnya.
Rintangan apa pun yang menjadi kendala ia tetap berpegang pada prinsip ajaran Sewala Brahmacari.
c. Kresna
Brahmacari
Dalam ajaran Tresna atau Kresna Brahmacari sudah diberikan suatu
kelonggaran yang lebih terkait dengan masa Grehasta. Tetapi tetap berwawasan
dengan hukum alami. Oleh, karena itu, kelonggaran tersebut tidak bersifat
liberal. Dalam pengertian Tersna atau
Kresna Brahmacari, seseorang
diizinkan kawin lebih dari satu kali dalam batas maksimal 4 kali. Itu pun
dengan kententuan bahwa seseorang Brahmacari
boleh mengambil istri kedua jika istri pertama tidak dapat melahirkan
keturunan, tidak dapat berperan sebagai seorang istri (mungkin
sakit-sakitan)dan bila istri pertama mengizinkan untuk kawin kedua kalinya.
III. SIMPULAN
Yang menjadi
sumber penderitaan apabila seseorang menganggap dirinya segalanya dan Avidya
(kegelapan) dimana yang tidak kekal dianggap kekal, yang tidak suci dianggap
suci, yang duka tidak dianggap suka, dan yang tidak mengenal diri dianggap
mengenal diri. Kegelapan dapat dihancurkan dengan mempelajari astangga yoga (8
tahap yoga).
Konsep
Yama dan Nyama merupakan konsep etika dan moral yang bersifat universal. Dimana
Patanjali menekankan Yama yang bisa berarti menahan, mengontrol, dan menguasai.
Brahmacari adalah masa hidup setiap umatnya yang digunakan untuk
menuntut ilmu. Mengisi diri menuju kedewasaa rohani supaya kedewasaan rohani
dan jasmani berkembang sejalan dan seimbang. Bila hal ini terwujud maka orang
tersebut akan menunjukan sikap bertanggung jawab.
Di saat seeorang berada pada masa Brahmacari, hatinya mesti lebih
terdorong untuk menuntut ilmu sebanyak-banyaknya sesuai dengan slogan “ Masa
muda adalah masa belajar dan berjuang”. Bukanya masa muda digunakan untuk
bersenang-senang dan hura-hura. Seperti kata pepatah para pemuda merupakan
tulang punggung Negara. Mereka hendanknya mampu membuat sejarah dan mampu
membuat perubahan zaman. Setiap orang hendaknya berusaha untuk dapat melewati
masa Brahmacari dengan mencapai
sasaran atau cita-citanya.